Kabupaten Belu adalah merupakan sebuah kabupaten yang menjadi pintu masuk dengan tetangga Negara Timor Leste, kira kira 600 km dari Kupang ibu kota Nusa Tenggara Timur. Pada umumnya jika kita melihat di kotanya yaitu Atambua sepertinya hal sama dengan apa yang kita temui kehidupan masyarakat seperti halnya di kota Kupang. Namun jika kita menelusuri di pedesaan disekitarnya maka kita akan menemui sebuah realitas sebenarnya yang berbeda .dimana masih banyak masyarakat yang buta huruf dan hidup didalam kemiskinan.
Hal ini sangatlah ironis dengan kemajuan ilmu teknologi pada saat ini yang telah banyak merubah dari pola hidup masyarakat terutama yang hidup di perkotaan. Masyarakat dipedesaan masih hidup dengan pola hidup yang sangat sederhana seperti halnya pada situasi dan kondisi pada tahun tahun yang silam ,masih banyak ditemui rumah mereka beratap ilalangkan serta berlantaikan tanah ,adapun karakter mereka adalah tertutup dan keras ,hal ini sesungguhnya masih dipengaruhi physikologis dengan sejarah tragedi timor timor ( Timor Leste ) dimana Masyarakat Kabupaten Belu banyak terlibat dari sejarah tersebut , ditambah pula dengan para pengungsi dari Timor Leste yang kini banyak menetap di Kabupaten Belu ,adapun penghidupan dari masyarakat di pedesaan adalah bertani , tetapi hal ini jangan kita kemudian akan membandingkan dengan masyarakat dipedesaan di jawa yang telah maju, di Kabupaten Belu adalah daerah yang tandus ( sulit air ) seperti halnya daerah daerah yang lain di Nusa Tenggara Timu.
Hal inilah yang mempengaruhi sulitnya untuk mendapatkan hasil dari apa yang mereka tanam , dan perhatian dari pemerintah Nusa Tenggara Timur hingga kini masih sangatlah Kurang . sehingga masalah kemiskinan dan kebodohan masih menjadi persoalan yang utama. Uraian dan gambaran tentang situasi dan kondisi di Kabupaten Belu telah saya tuliskan diatas ini hal inilah yang akan menjadi pemahaman buat kita sebelum kita melakukan sebuah advokasi . Sesungguhnya langkah Advokasi telah di mulai Oleh PPDI ( Persatuan Penyandang Disabilitas Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2007 – 2010 ) namun hal tersebut terhambat oleh sebab tidak adanya pendanaan yang mensuport dari aktifitas yang dilakukannya , begitu juga dengan tidak adanya dukungan dari pemerintah daerah , sehingga sering kali PPDI Nusa Tenggara Timur melakukan pencarian dana sendiri dengan swadaya dari pengurus , tetapi tentu hal tersebut tidaklah bertahan lama sebab dimanapun / siapapun Organisasi/ ataupun Lembaga kemanusiaan mempunyai sebuah prinsip yang baku yaitu adalah ,dimulai dari diri sendiri yang sejahtera maka kita dapat bekerja untuk kesehjahteraan orang lain , sangatlah kontradiksi apa bila kita bekerja untuk membuat orang sejahtera namun keluarga kita sendiri lapar dan tidak sejahtera.
Hal ini sangatlah ironis dengan kemajuan ilmu teknologi pada saat ini yang telah banyak merubah dari pola hidup masyarakat terutama yang hidup di perkotaan. Masyarakat dipedesaan masih hidup dengan pola hidup yang sangat sederhana seperti halnya pada situasi dan kondisi pada tahun tahun yang silam ,masih banyak ditemui rumah mereka beratap ilalangkan serta berlantaikan tanah ,adapun karakter mereka adalah tertutup dan keras ,hal ini sesungguhnya masih dipengaruhi physikologis dengan sejarah tragedi timor timor ( Timor Leste ) dimana Masyarakat Kabupaten Belu banyak terlibat dari sejarah tersebut , ditambah pula dengan para pengungsi dari Timor Leste yang kini banyak menetap di Kabupaten Belu ,adapun penghidupan dari masyarakat di pedesaan adalah bertani , tetapi hal ini jangan kita kemudian akan membandingkan dengan masyarakat dipedesaan di jawa yang telah maju, di Kabupaten Belu adalah daerah yang tandus ( sulit air ) seperti halnya daerah daerah yang lain di Nusa Tenggara Timu.
Hal inilah yang mempengaruhi sulitnya untuk mendapatkan hasil dari apa yang mereka tanam , dan perhatian dari pemerintah Nusa Tenggara Timur hingga kini masih sangatlah Kurang . sehingga masalah kemiskinan dan kebodohan masih menjadi persoalan yang utama. Uraian dan gambaran tentang situasi dan kondisi di Kabupaten Belu telah saya tuliskan diatas ini hal inilah yang akan menjadi pemahaman buat kita sebelum kita melakukan sebuah advokasi . Sesungguhnya langkah Advokasi telah di mulai Oleh PPDI ( Persatuan Penyandang Disabilitas Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak tahun 2007 – 2010 ) namun hal tersebut terhambat oleh sebab tidak adanya pendanaan yang mensuport dari aktifitas yang dilakukannya , begitu juga dengan tidak adanya dukungan dari pemerintah daerah , sehingga sering kali PPDI Nusa Tenggara Timur melakukan pencarian dana sendiri dengan swadaya dari pengurus , tetapi tentu hal tersebut tidaklah bertahan lama sebab dimanapun / siapapun Organisasi/ ataupun Lembaga kemanusiaan mempunyai sebuah prinsip yang baku yaitu adalah ,dimulai dari diri sendiri yang sejahtera maka kita dapat bekerja untuk kesehjahteraan orang lain , sangatlah kontradiksi apa bila kita bekerja untuk membuat orang sejahtera namun keluarga kita sendiri lapar dan tidak sejahtera.
Berdasarkan semua prinsip dalam melakukan sebuah pekerjaan social seperti yang telah tertera diatas maka telah dapat disimpulkan terjadi patahnya sayap sayap PPDI Nusa Tenggara Timur , dimana banyak pengurus yang meninggalkan organisasi oleh sebab mereka bekerja bagi sesamanya tetapi tidak ada yang mereka hasilkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka /diri sendiri , dan itu semua sifatnya adalah manusiawi , sebab kehidupan ini haruslah berimbang ,jika dari salah satu sisi melebihi sisi yang lain maka yang akan terjadi adalah penelantaran . Kepasifan PPDI NTT tentu berpengaruh pada semua cabangnya dan juga para penyandang disabilitas . Dalam situasi dan kondisi serperti yang telah diuraikan diatas , timbullah suatu inisiatif untuk mendirikan sebuah Lembaga lokal yang diberi nama “ Pelita Harapan Disabilitas Flobamora “ didalam membantu upaya mempertahankan keberadaan PPDI di NTT dimana seluruh kebijakan ada ditangan sendiri untuk hal ini untuk memudahkan pencarian dana didalam menopang seluruh kegiatan , hal ini pula mengingat PPDI Pusat yang memegang kendali /atau memutuskan kebijakan serta memutuskannya yang semua bersifat Nasional tetapi tidak secara langsung mem back up pendanaan untuk DPD PPDI NTT atau DPD DPD PPDI didaerah daerah lainnya didalam melakukan /melaksanakan kegiatannya , sebab DPP hanya memberikan rekomendasi untuk DPD mencari dana sendiri didaerah masing masing dan tidak memberikan konstribusi apa apa jika DPD PPDI didaerah mengalami kesulitan dana dari pemerintah setempat dan harus berupaya sendiri . Peranan Lembaga Pelita Harapan Disabilitas Flobamora untuk membantu disabilitas lebih difokuskan kepada anak dengan kecacatan dan remaja Disabilitas Usia Produktif.
Pada tahun 2015 ,Lembaga Pelita Disabilitas Flobamora yang memperoleh dukungan dari Liliana Fonds melakukan kegiatan terapi dan pemberian makanan tambahan gizi kepada anak dengan ke cacatan di Kabupaten Belu , didalam melaksanakan tugasnya tersebut Lembaga PHDF ( Pelita Harapan Disabilitas Flobamora ) memberdayakan Cabang PPDI Kabupaten Belu untuk turut serta terlibat dalam pemberian Terapi dan tambahan makanan gizi anak anak . Didalam melaksanakan tugasnya Lembaga Pelita Harapan Disabilitas Flobamora selain bekerja sama dengan PPDI Cabang Belu juga selalu bersama dengan Rumah sakit Marianum didalam memberikan terapi pada anak anak disabilitas oleh karena kedua lembaga tersebut mempunyai misi yang sama maka diadakanlah kesepakatan kerja sama yang selanjutnya dituangkan didalam ( MOU ) Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa didalam memberikan advokasi kepada para orang tua penyandang cacat dan masyarakat di Kabupaten Belu tidaklah mudah dan selalu terbentur pada karakter masyarakat yang tertutup dan sikap yang keras ditambah pula adanya stigma negative kepada disabilitas masih sangat melekat yang selalu memandang seseorang yang cacat tidak dapat diharapkan bagi keluarga , sehingga banyak perlakuan yang mendiskriminasi keberadaan penyandang disabilitas terutama mereka yang hidup dipedesaan , hal ini dapat dibuktikan banyaknya sikap ketergantungan para orang tua anak kepada seseorang / lembaga yang memberikan bantuan kepada anaknya tanpa berusaha melakukan apa apa yang berhubungan dengan perkembangan anaknya.
Yang berikutnya juga masih banyak ditemui orang tua yang dengan sengaja menolak anaknya untuk ditemui dengan alasan tertentu dari kedua uraian terhadap sikap orang tua tersebut maka pada kesimpulannya sesungguhnya adalah merupakan masalah klasik :
- Orang tua tersebut telah pasrah apa yang terjadi pada anaknya ,apa lagi mengingat stigma mereka Selalu berpandangan bahwa untuk apa harus mengusahakan sesuatu yang menurut mereka sia sia Menurut mereka akan rugi jika mereka harus mengeluarkan biaya untuk seseorang yang Dapat diharapkan masa depannya.
- Anak cacat masih dianggap sebagai aib pada keluarga sehingga hal itu yang menyebabkan Orang tua merasa malu untuk memperlihatkan keberadaan anak nya yang mengalami kecacatan Menyikapi Permasalahan tersebut maka pentingnya PHDF melakukan penguatan pada para pendamping anak di lapangan dengan memberikan pembelajaran tentang bagaimana memberikan advokasi yang baik serta pemahaman tentang masalah disabilitas oleh sebab para pendamping lapanganlah yang akan selalu berhadapan dengan targetnya . Yang kedua adalah pentingnya mengadakan pelatihan untuk mempelajari terapi untuk anak dengan kecacatan mental ( retradasi mental ) sehingga dapat diharapkkan peranan para pendamping dilapangan tidak hanya mampu melakukan monitoring namun dapat pula mengajarkan home terapi kepada orang tua anak yang mempunyai anak seperti yang telah diuraikan seperti diatas . Berikutnya harus ada subuah solusi didalam mengantisipasi bagaimana untuk mendapatkan dana didalam menopang semua kegiatan tersebut jika suatu hari berada dalam kesulitan seperti yang telah terjadi pada PPDI NTT
0 Response to "Perhatian Orang tua terhadap anak dengan Disabilitas ditengah himpitan Ekonomi "
Posting Komentar