Memahami Autism Spectrum Disorder

          Pemahaman adalah perilaku indi­vidu yang banyak dipengaruhi oleh faktor penge­tahuan. Pemahaman tentang autisme me­rupakan pengetahuan yang mencakup segala in­formasi yang berhubungan dengan gang­guan pa­da anak dalam perilaku, bahasa, dan sosi­alisasi yang perlu diketahui oleh o­rang tua.


Pengertian

Autisme berasal dari kata “auto’ yang berarti sendiri. Penyandang autisme seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru diper­kenalkan sejak tahun 1913 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan itu sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Au­tisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) di­mana terjadi penyimpangan per­kem­bangan sosial, kemam­puan berbahasa, dan kepedulian terhadap se­kitar sehingga a­nak autisme seperti hidup da­lam dunia­nya sen­diri (Handojo, 2003).
Autisme adalah suatu keadaan di­mana seseorang anak berbuat semau­nya sen­diri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih muda, biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Au­tisme bisa mengenai siapa saja, baik sosio-ekonomi mapan maupun kurang, anak-anak atau­pun de­wasa dan semua etnis (Faisal Ya­tim da­lam Kasih, 2006).
Autisme merupakan sindroma yang sangat kompleks. Ditandai dengan ciri-ciri kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional, sulit dalam komu­ni­kasi timbal ba­lik, minat terbatas, dan perilaku tak wajar di­sertai gerakan ber­ulang tanpa tujuan (stereo­tipic). Gejala ini biasanya telah terlihat sebelum usia 3 tahun ( Jawa Pos, A­gustus 2005).

Han­dojo menyebutkan 2 jenis perilaku autisme, yaitu:

· Perilaku Eksesif (Berlebihan)
Yang termasuk perilaku eksesit adalah hiperaktif dan tantrum (me­ngamuk) berupa menjerit, menye­pak, meng­­gigit, mencakar, me­mukul, dan se­bagainya. Di sini juga sering terjadi anak yang me­nyakiti diri sendiri (self abuse).

· Perilaku Defisit (Berkekurangan)
Yang ditandai dengan gangguan bicara, perilaku sosial kurang sesuai, defisit sensoris sehingga di kira tuli, ber­main tidak benar dan emosi yang tidak tepat misalnya tertawa tanpa sebab, me­na­ngis tanpa sebab, dan melamun.


Berdasarkan waktu munculnya ga­ng­guan ada dua jenis autisme, yaitu:


- Autisme sejak masa bayi
Yaitu sejak bayi anak sudah me­nunjukkan perbedaan-perbe­da-an di­ban­ding­kan dengan anak non au­tistik

- Autisme regresif
Yaitu ditandai dengan ke­mun­duran kembali perkem­bangan dan ke­mampuan yang diperoleh jadi hi­lang.


Gejala-gejala

World Health Organization (WHO) telah merumuskan kriteria diag­nosis autisme. Rumusan ini dipahami diseluruh dunia yang dikenal dengan ICD 10 (International Classi­fication Disease) 1993. rumusan diagnosi lainnya yang dapat dipakai menjadi panduan adalah DSM IV (Diagnostic Statistical Ma­nual) 1994 yang dibuat oleh Group Psikiatri Amerika Serikat. Isi ICD 10 maupun DSM IV sebenarnya sama.


DSM IV
ICD 10
1. Autistic Disorder
2. Pervasive Developmental Disorder Not Otherise Specified (PDD – NOS)
3. Rett’s Disorder
4. Chilhood Disintegrative Disorder
5. Tidak ada
6. Asperger’s Disorder
7. PPD – NOS
8. PDD – NOS
1. Chilhood Autism
2. Atpical Autism
3. Rett’s Syndrome
4. Other Chilhood Disintegrative Disorder
5. Overactive Disorder With Mental Retardation With Stereotyped Movement
6. Asperger’s Syndrome
7. Other Perpasive Developmental Disorder
8. Pervasive Developmental Disorder, Unspecified



Kriteria DSM IV untuk autisme masa kanak
Ø Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3) dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing I gejala dari (2) dan (3).


· Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang timbale balik.
Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala dibawah ini:

- Tak mampu menjalin interaksi social yang cukup memadai: kontak mata kurang, ekspresi muka kurang, hi­dup, gerak-gerik yang kurang setuju.
- Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
- Tak dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
- Kurangnya hubungan social dan emo­sional yang timbale balik

· Gangguan kualitatif dalam bidang komu­nikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini:

- Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tidak ada usaha untuk meng­imbangi komu­nikasi dengan cara lain tanpa bicara)
- Bila bisa bicara, biasanya tidak dipakai untuk komunikasi
- Sering menggunakan bahasa aneh dan diulang-ulang
- Cara bermain kurang variataif, ku­rang imajinatif, dan kurang bisa meniru
· Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan ke­giatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini:
- Memperthankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.
- Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tidak ada gunanya
- Ada gerakan-gerakan aneh yang sa­ngat khas dan diulang-ulang.
- Sering kali sangat terpukau pada ba­gian-bagian benda.

Ø Sebelum umur 3 tahun tampak ada­nya ke­terlambatan atau gangguan dalam bi­dang:
- Interaksi sosial
- Bicara dan berbahasa
- Cara bermain yang kurang vari­atif

Ø Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Ma­sa Ka­nak

Adapun diagnosis banding autisme ini me­liputi:
- Semua Gangguan pervosit lain
- Gangguan sosio emosional sekun­der
- Gangguan attachment reaktif
- Keterbelakangan mental disertai gangguan emosional dan perilaku
- Penyakit gangguan jiwa jenis schizo­phrenia tahap awal
- Pada schizophrenia berat bisa timbul gejala autisme
- Gejala autisme dan kemunduran mental
- Sindroma Rett


Penyebab
Penyebab autisme sendiri masih be­lum jelas benar bagaimana terjadinya gejala (potologi) dari autisme. Beberapa petunjuk me­­­ng­­arah pada kelainan di otak kecil (cere­bellum), kelainan organik seperti pheny­hetonarin, tuberous scle­rosis, fragile x syn­drome, congenital rubella syndrome, dan ke­racunan timbal (Pb). Namun pada kebanyakan kasus anak dengan autistic tidak dapat ditemu­kan dasar penyebabnya.

Be­berapa faktor yang disebut sebagai pemicu adalah:


· Faktor Genetika
Para ilmuwan telah lama mengira bahwa autisme adalah gangguan genetika tetapi riset gen tidak mampu meng­identi­fikasikan satu kromosom spesifik atau lokasi. Pada suatu gen yang merupakan area utama kerusakan pada autisme, secara fisik anak-anak autisme jarang sekali yang memiliki kelainan pada tubuh atau wajah seperti anak-anak yang mengalami kerusakan kromosom misalnya down syn­drome.

· Zat kimia beracun
Sebuah laporan dari National Aca­demics of Science (NAS) me­nyatakan bah­wa kom­binasi dari neoro­toksin dan faktor-faktor gene­tika ber­jumlah mendekati 25% dari seluruh ma­salah tumbuh kembang, termasuk autisme. Salah satu bahan kimia yang harus diwaspadai dan dijauhi adalah Poly­chorinated Biplenyis (PcBs) dan pestisida organofosfat. Bayi yang me­miliki PcBs dalam jumlah tertentu mem­­perlihatkan ting­kat kemampuan ya­ng lebih buruk dalam tes pengenalan mu­ka secara visual, ketidak­mampuan bi­la terjadi distraksi dan tes ke­cerdasan.

· Kontaminasi logam berat
Sistem imun tubuh bayi rentan secara genetika, dapat diserang oleh logam berat se­perti:

Timbal (Pb)
Penggunaan cat tembok yang mengundang timbal, sangat berisiko pada anak-anak. Keracunan timbal, secara social meng­­hancurkan masyarakat, khu­sus­nya a­nak-anak karena pengaruh tim­bal dapat meng­urangi tingkat kecerdasan anak.

Mercuri (Hg)
Salah satu sumber mercuri yang dapat mempengaruhi masa pra kelahiran adalah mercuri yang terdapat di dalam amalgam yang digunakan untuk tambal gigi pada wanita yang sedang hamil.

· Vaksinasi
Pada saat sekarang pemberian vaksin dalam kombinasi three in one yaitu vaksin compak (measles), vaksin gondok (mumps) dan rubella yang biasa disebut MMR di­nyatakan sebagai pe­nyelamat jutaan nyawa tetapi berdasar data patologi usus halus yang berhu­bungan dengan jenis virus dari vaksin MMR dapat juga berperan sebagai kon­tributor autisme regresif.

· Virus
Virus herpes, varicella, virus ep­stern bass dan human herpes virus dikaitkan dengan munculnya gangguan kemampuan verbal, ke­jang-kejang demi­e­linasi dan karak­terisatik spectrum autis­me lainnya.

· Gluten dan Casein

Banyak autisme memiliki ketidak­samampu­an dalam mencerna gluten dan casein. Gluten adalah campuran protein yang terkandung pada gandum sedang casein adalah protein susu.

· Jamur
Pertumbuhan jamur candida yang ber­lebihan dapat menjadi penyebab uta­ma dari banyak tingkah laku yang tidak pantas dan masalah kesehatan yang ter­lihat pada anak autistic

· Usus Berpori
Racun-racun yang diproduksi jamur dapat mengebor lubang-lubang pada dinding usus. Pada akhirnyas substansi racun ini dapat melukai dan menembus sawar darah otak dengan mencampuri aliran nutrisi ke otak menyebabkan rusaknya kesadaran, kemam­puan kog­nitif, kemampuan berbicara atau tingkah laku.


Penanganan
Peran orang tua dalam penyem­buhan anak penderita autisme sangatlah pen­ting. Se­lain harus melakukan peng­obatan secara me­dis, orang tua juga di­tun­tut bijak dan sabar me­ng­hadapi kon­disi anak. Sebagian besar karena orang tua tidak bijak dan sabar meng­hadapi kondisi anak. Sebagian besar karena orang tua tidak paham dengan pe­nya­kit anaknya. Mereka hanya meng­andalkan terapi tanpa berusaha mencari tahu berbagai hal yang baik dan yang buruk selama proses penyembuhan (Alia da­lam Kasih, 2006)
Menurut Handojo (2003) sangat perlu dipahami oleh para orang tua bahwa terapi harus dimulai sedini mung­kin sebelum susia 5 tahun. Perkem­bangan paling pesat dari otak ma­nusia terjadi pada usia 2-3 tahun. Oleh ka­rena itu penatalaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lebih lambat.


Jenis-jenis terapi :

- Terapi Perilaku
Berbagai jenis perilaku telah dikembangkan untuk mendidik anak-anak dengan kebutuhan khusus ter­masuk pe­nyan­dang autisme, meng­urangi perilaku yang tidak lazim dan meng­gantinya de­ngan perilaku yang bisa di­terima pada ma­syarakat. Te­rapi perilaku sangat penting untuk membantu para anak-anak ini untuk le­bih bisa me­nyesuaikan diri dalam ma­syarakat.
Bukan saja gurunya harus me­nerapkan terapi perilaku pada saat belajar, na­mun setiap anggota ke­luarga di­rumah harus bersikap sama dan kon­sisten dalam menghadapi anak-anak de­ngan kebutuhan khusus ini. Tetapi pe­rilaku terdiri dari te­rapi okupasi, tetapi wicara, dan meng­hilangkan perilaku yang asosial.

o Terapi Okupasi
Sebagian penyandang kelainan pe­rilaku, terutama autisme juga mem­pu­nyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila disbanding dengan anak-anak se­umuranya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu me­ng­uatkan, memperbaiki koor­dinasi dan ketrampilan ototnya. Otot jari tangan misalnya sangat penting di­kuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan me­lakukan semua hal yang mem­butuhkan keterampilan otot jari tanganya seperti menunjuk, bersalaman, memegang raket, memetik gitar, main piano, dan sebagai­nya.

o Terapi Wicara
Bagi penyandang autisme yang mempunyai keterlambatan bicara dan ke­sulitan berbahasa. Speech Therapy adalah suatu keharusan tetapi pelak­sa­naan­nya ha­rus dengan metode ABA (Applied Beha­viour Analysis)

o Sosialisasi dengan menghilang­kan perilaku tak wajar
Untuk menghilangkan pe­rilaku yang tidak dapat diterima oleh umum, per­lu dimulai dari kepatuhan dan kontak ma­ta. Kemudian diberi­kan pengenalan konsep atau kognitif melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu barulah anak dapat di­ajarkan hal-hal yang ber­sangkutan de­ngan perilaku dan tata kar­ma, dan se­bagainya. Agar seluruh pe­rilaku a­sosial itu dapat ditekan, maka pen­ting sekali di­perhatikan bahwa anak juga jangan sampai dibiarkan sendirian, tetapi harus selalu ditemani secara interaktif. Seluruh waktu pada saat anak ba­ngun perlu diisi dengan kegiatan in­teraktif, baik yang ber­sangkutan dengan akademik, Bantu diri, keterampilan mo­torik, sosia­lisasi, dan lain-lain. Jangan lupa sedia­kanlah dan berikanlah imbalan yang efektif.

- Terapi Biomedik (obat, vitamin, mineral, food supplement)
Obat-obatan juga dipakai ter­utama untuk penyandang autisme, tetapi sifat­nya sangat individual dan perlu berhati-hati. Dosis dan jenisnya sebaiknya di­serahkan kepada dokter spesialis yang memahami dan mem­pelajari autisme (biasanya dokter spesialis jiwa anak).

- Sosialisasi ke sekolah regular
Di lingkungan sekolah reguler anak-anak ini dapat dilatih untuk ke­mampuan berkomunikasi dengan anak-anak se­bayanya. Sedangkan materi aka­demiknya jika mengalami kesulitan, tetap dapat di­ajarkan secara one on one. perlu diingat pula bahwa bagi anak yang autisme yang masuk sekolah reguler harus di “bayangi” terus oleh shadower atau helper atau prompter.

- Sekolah Khusus
Di dalam pendidikan khusus ini beiasanya telah diterapkan terapi pe­rilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi. Pe­nerapan ramuan tersebut merupakan kelompok-kelompok ma­teri dan aktivitas yang diberikan de­ngan metode Lovaas. Pendidikan anak dengan kebuthan khusus tidak dapat disamakan dengan pen­didikan nor­mal atau regular, karena ke­lainan­nya sangat bervariatif dan usia me­reka juga berbeda-beda.
Namun menurut Hembing, faktor utama kesembuhan anak sa­ngat di­pe­ngaruhi peran orang tua. Orang tua anak penderita autisme di­tuntut lebih banyak tahu dan lebih bersahabat dengan anak. Cara ini bisa mempercepat proses pe­nyembuhan (Alia dalam Kasih, 2006).


Penerimaan Orang Tua Yang Me­miliki Anak Autisme

Peran orang tua dalam pen­yembu­han anak penderita autisme sangatlah pen­ting. Ibu sebagai salah satu dari orang tua anak autisme sangat berberan penting dalam mengetahui per­­kem­­­bangan anak. Hal ini berkaitan dengan sikap penerimaan ibu ter­hadap anak autisme yang ditunjukkan dalam perilaku menghadapi a­nak autisme. Sikap me­nerima setiap anggota keluarga se­bagai langkah lanjutan pengertian ya­itu berarti de­ngan segala kelemahan, ke­kurangan, dan kelebihanya ia seharusnya men­dapat tempat dalam keluarga. Setiap anggota keluarga berhak atas kasih sayang orang tuanya (Sing­gih D. Gunarsa, 2003)
Penerimaan ibu terhadap anak autisme me­merlukan pengetahuan yang luas tentang au­isme, sehingga ibu akan me­mahami arti dari a­utisme yang se­benarnya. Sesuai dengan pemahaman seorang ibu, maka ibu akan me­erima kondisi anak dengan memberikan kasih sayang, perhatian, dan memahami per­kem­bangan anak sejak dini. Jadi pemahaman ten­ang autisme terhadap penerimaan ibu yang mempunyai anak autis perlu dan penting.
Anak “special needs” atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam per­kem­bangan perilakunya. Perilaku anak-anak ini yang terdiri dari wicara dan okupasi tidak ber­embang seperti anak-anak pada umum­nya. Pa­ahal perilaku ini penting untuk ko­mu­nikasi dan sosialisasi. Sehingga bila hambatan ini ti­dak diatasi dengan cepat dan tepat maka proses belajar anak-anak tersebut juga a­kan ter­hambat. Oleh karena itu sangat pen­ting untuk melakukan deteksi sedini mungkin bagi anak-anak ini.
Apabila orang tua sudah melakukan detekdi dini maka diharapkan para orang tua tersebut melakukan inter­vensi secara dini pula dengan metode yang ada saat ini, diamtaranya adalah de­ngan meng-gunakan metode Lovaas atau ABA (Applied Behavioral Analysis). Metode ini dipilih karena beberapa alasan, antara lain karena metode ini sangat terstruktur sehingga dengan mu­dah dapat diajarkan kepada tera­pis yang akan menangani anak autis. Materi yang akan diajarkan dengan metode ini juga telah tersedia walaupun harus diter­jemahkan dan disesuaikan dari bahasa Inggris ke ba­hasa Indonesia. Materi ini diambil dari buku “Behavioral Inter­vention for Young Children with Autism” dari Catherine Maurice Adapun kuri­kulum lain adalah dari Ron Mc Leaf ( A Work In Progress) dan Raymond G. Romanczyk (The Bridges Models). Selain metode ABA ada metode lain seperti DTT (Discrete Trial Training), LEAP (Learning Experience and Alternative Program for Preschooler and Parent), Floor Time, Option Therapy, Daily Life Therapy, Holding Th­erapy, dan TEACHH (Teratment and Edu­cation of Autistic and Related Communication Handicapped Children).
Program terapi anak-anak ini bukan suatu program yang singkat. Di­butuhkan wak­tu cukup lama yaitu kurang lebih 2-3 tahun sehingga seluruh keluarga yang terlibat harus ter­motivasi dengan baik dan menyediakan wak­tu secara sukarela. Senua yang terlibat ha­rus menyadari se­penuh­nya tentang apa, me-ngapa, dan bagaimana autisme itu ditangani. Mereka hatus menangani anak mulai dari anak bangun sampai anak tidur, karena anak-anal ini tidak noleh sendiri dan harus ditemani secara in­teraktif. Hanya dengan demikian kita dapat mengisi kekurangan perilakunya dan me­minimalkan gejala gangguan pe­rilakunya, serta men­jadikan “normal” kembali.
Secara akademik materi dalam me­tode ini tekah mencakup perilaku, sosialisasi, dan akademik sebagai persiapan masuk ke sekolah reguler. Jadi apabila anak mampu me­ng­uasai seluruh materi dari dasar, inter­mediate, dan ad­vanced dari metode tersebut, maka anak siap masuk sekolah reguler. Tetapi bukan berarti tugas kita selesai. Mereka tetap perlu dipantau dan di­beri arahan meng­hadapi lingkungan baru.
Sekali lagi sengat perlu dipahami oleh para orang tua bahwa terapi harus dimulai sedini mungkin se­belum usia 5 tahun. Per­kembangan paling pesat dari otak manusia terjadi pada usia sebelum usia 5 tahun. Pun­caknya terjadi pada usia 2-3 tahun. Oleh karena itu penatalaksanaan terapi setelah usia 5 tahun hasilnya berjalan lebih lam­bat. Se­kalipun demilian tidak ada pilihan lain, anak usia lebih dari 5 tahun tetap perlu diterapi perilakunya (Premitawati, 2005).
Intensitas waktu yang ideal adalah 40 jam dalam seminggu. Jadi rata-rata 8 jam sehari. Tetapi untuk mencapai hasil yang maksinal anak harus ditangi selama anak bangun. Persyaratan ini sangat berat untuk siapapun. Oleh karena itu tidak mungkin terapi anak hanya dilakukan oleh satu orang saja. Jaji disamping terapi di sekolah khusus maka penanganan di rumah justru lebih lama. Untuk ini diperlakukan suatu kerja sama yang baik dan terkoordiinasi serta di­pantau secara in­tensif agar seluruh pro­gram dapat berjalan dengan lancar dan tidak buang waktu.
Banyak orang tua anak dengan ke­butuhan khusus ini menyerahkan pe­nangan­an anaknya pasrah penuh pada ins­titusi puaet te­rapi atau sekolah khusus. Mereka tidak mau tahu lagi dengan urusan pendidikan anaknya. Mereka hanya menyediakan biaya dan pra-sa­rananya saja. Tetapi banyak juga me-reka selalu ingin mencampuri proses te­rapi yang sedang berlangdung, sehingga anak-anak ini terdistraksi (teralih) kon-sentrasi dan per­hatiannya dari materi. Kelancaran proses terapi men­jadi sangat terganggu bahkan terhenti. Ke­dua sikap ekstrem ini sangat nerugikan dan meng­­hambat kemajuan terapi.
Penanganan anak autisme me­merlukan waktu yang lana, bahkan bisa long life, sangat membutuhkan peranan dan par­tisipasi aktif dari para orang tua anak. Kemudian yang perlu diatur adalah waktu setiap harinya. Waktu sangat pen-ting dan ber­harga terutama bagi anak yang masih kecil. Jangan ada hari ter­lewati tanpa interaksi de­ngan anak. Artinya jangan seharipun anak di­niarkan main sendiri atau dibiarkan menonton TV sendiri sehingga para orang tua dan dewasa dapat bersantai dengan bebas.
Oleh karena itu para orang tua sebaiknya huga mengetahui apa yang harus di­berikan kepada anaknya dan ba-ga­imana lelampuan anaknya dalam menyerap materi yang diajarkan (Pre-mitawati, 2005).
Peran orang tua dalam pen­didikan anak autis lanjutin sangat penting. Pertama adalah pekerjaan ru­mah, kedua gemeralisasi yaitu men­tranfer kegiatan yang dipelajari di sekolah ke tempat lain. Hal ini mem-butuhkan peran dari orang tua. Juga mengenai sosialisasi orang tua harus ikut berperan sebab waktu di sekolah hanya se­kitar 6 jam saja, sisa waktu lebih ba-nyak di rumah karena itu kerja sama antara orang tua dam guru perlu sekali. Orang tua adalah orang yang paling kenal dengan anak, jadi guru, dolter, dan terapis harus menfengar infprmasi dari orang tua anak autis. Bersama dengan guru.orang tua mencoba mencari keseimbangan antara harapan dan ke­nya­taan. Sangat penting ada program kun-jungan rumah, orang tua membantu mem­persiapkan jika ada perubahab di sekolah (Vrugteveen dalam Ginanjar 2000).
Agar dapat menikmati hidup, anak autis juga perlu diajarkan untuk bermain secara benar, berinteraksi dengan teman-temannya, dan mengungkapkan emosi-emosinya. Mereka juga perlu dipenuhi kebutuhan-ke­butuhannya akan kasih saying tak bersyarat, perhatian, penerimaan, bim­bingan, dan penghargaan dari orang lain. Bila anak-anak autisme merasa bahwa orang tua dan orang-orang sekitarnya dapat memahami dan menerima keter­batasan yang mereka miliki, dan maka mereka akan lebih tertarik untuk ber­interaksi. Sebaliknya bila mereka merasa bahwa lingkungannya ingin merubah dirinya dan tidak menghargai keunikan-nya atau bila mereka hanya mem­perolah kasih saying bila melakukan sesuatu dan berprestasi maka mereka akan merasa tertekan dan menutup diri.
Peran orang tua dan guru/terapis dalam mengembangkan po­tensi amak secara menyeluruh sangatlah besar. Dibutuhkan usaha dan kerja keras tanpa henti serta kesediaan untuk men-coba berbagai cara untuk menggali potensi anak dan mengem­bang­kannya se­optinal nungkin. Dalam hal ini penting sekali adanya kerja sama yang baik antara suami-istri serta anggota keluarga lainnya. Hangan samapi anak memperolah perlakuan yang berbeda-beda karena orang tua tidak berhasil mencapai kata sepakat tentang bagaimana cara mendidik anak. Bila dapat terjalin kerja sama serta ter­dapat penerapan disiplin yang sama dan konsisten di antara seluruh anggota keluarga, penga­suh, terapis, dan pihak sekolah, maka perkembangan anak tentunya akan lebih pesat dan terarah (Ginanjar, 2000).
Tahapan yang tidak kalah pen­tingnya dalam kehidupan anak autis adalah bagaimana orang tua mengatur kehidupannya di luar sesi terapi. Akan terjadi perbedaan yang sangat luar biasa bila seorang anak diterapi dan dipantau terus menerus oleh orang tua sehingga ia hidup secara disiplin, teratur, tetapi penuh dengan kesempatan untuk mencoba dengan hal baru, sementara anak lain hidupnya dari satu ruang terapi ke ruang terapi lain. Tetapi di luar iru men-jalani kehidupan yang sangat bebas tanpa arah.
Berbagai bukti sudah menunjuk­kan bahwa tata laksana perilaku yang hanya di­laksanakan di ruang terapi dan tidak di­generalisasikan tidak terlalu memnerikan hasil yang memuaskan. Sebaliknya banyak kejadian dimana seorang anak tidak men­jalani terapi secara intensif (karena keter­batasan orang tua) namun diasuh dengan sa­ngat baik oleh orang tuanya hasilnya sangat tidak mengecewakan, mengingat bahwa wak­tu yang dihabiskan di rumah tentu lebih ba­nyak daripada di ruang terapi.
Perlu diingat pula bahwa sesi terapi ini sebaiknya dilakukan secara intensif namun terkendali. Maksudnya di­pastikan jaswal ke­hidupan anak ber­langsung seim­bang antara terapi, bernain bebas, dan ber­santai. Jangan santai orang tua panik dengan ketinggalan anak sehingga terlalu memusat­kan perhatian pada perkembangan kognisi dan melupakan aspek perkembangan anak secara utuh.
Apa yang dapat dilakukan di luar sesi terapi oleh keluarga banyak sekali. Paling tidak anggota keluarga dapat mem­bimbing a­nak untuk melakukan eksplorasi dunia secara intensif dengan teknik yang khusus. Belumlagi bila orang tua menjalani terapi lalu di rumah juga mengajarkan anak untuk menerapkan pengetahuannya tersebut. Atau orang tua membantu anak menerapkan penge­tahuan itu di lingjungan luar rumah se-perti di tempat umum. Dengan demikian anak berkembang secara utuh dan penge­ta­huannya segera dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakat. Orang tua juga dapat memastikan bahwa anak memiliki ketram­pilan sosial, kemampuan bina diri, dan kemandirian sesuai dengan tahap per­kem­bangan­nya. Selain itu orang tua harus mengupayakan kemampuan adaptasi dengan lingkungan baru dan itu sulit diperoleh si ruang terapi yang cen­derung rutin dan sama.
Menurut Grace Ketterman (dalam Kasih 2006), memahami anak memerlukan informasi dan waktu untuk memikirkan fakta-faktanya dan meng-aplikasikan penge­tahuan ter­sebut pada setiap anak. Pema­haman autisme me­ru­pakan pengetahuan yang mencakup se­gala informasi yang ber­hubungan dengan au­tisme yaitu merupakan gangguan per­kembangan pada anak dalam hal perilaku, sosialisasi, dan bahasa yang harus diketahui oleh orang tua. Ibu se-bagai salah satu orang tua anak yang autisme sekiranya membutuhkan pe­ngetahuan ten­tang autisme dan dengan be­gitu sang ibu akan bisa memahami dan me­ngetahui ten­tang autisme.
Singgih D. Gunarsa me­nyatakan bahwa sikap menerima setiap anggota keluarga sebagai langkah ke­lanjutan pe­ngertian yaitu dengan segala kelemahan dan kelebihannya ia seharusnya mendapat tempat dalam keluarga. Setiap anggota keluarga berhak atas kasih sayang orang tuanya. Penerimaan ibu terhadap anak yang autis memerlukan pengetahuan yang luas ten­tang autisme sehingga ibu akan me-mahami arti dari autisme yang se­benarnya. Sesuai dengan pemahaman yang dimiliki se­orang ibu, maka ibu akan me­­nerima kondisi a­naknya dengan mem­berikan kasih sayang, per­hatian, dan mampu untuk memahami per­kembangan anak sejak dini. Penerimaan ibu tidak hanya secara moral saja, tetapi dapat di­aplikasikan ke dalam bentuk perilaku yang memberikan pendidikan pada anaknya dengan menye­kolah­kan pada se­kolah khusus autisme atau lembaga pusat terapi anak kebutuhan khusus. Pen­didikan anak autisme tidak hanya dari sekolah atau terapi saja tetapi juga di­butuhkan peran orang tua dan anggota ke­luarga di rumah. Adapun pendidikan di ru­mah adalah menyesuaikan dengan tu­gas per­kembangan anak dan me­lanjutkan materi dari sekolah khusus autisme.
Apabila orang tua kurang me-miliki pemahaman tentang autisme maka bisa berakibat kurangnya perhatian pada anak dan menganggap anak mengalami cacat atau bah­kan tidak bisa berbicara selamanya.Orang tua adalah penentu ke­hidupan anak sebelum dan sesudah dilahir­kan. Karena itu adalah tang­gung jawab orang tua sepenuhnya untuk me­nentukan apakah akan menggunakan teknik khusus dalam mendidik anak-anak autis atau tidak. Yang jelas anak-anak ini tidak meminta untuk dilahirkan. Mereka ada karena kita para orang tua. Mereka tidak pernah meninta untuk menjadi anakdengan penyandang autisme dan menjadi penyandang autisme tidaklah mudah.
Apapun metode dan terapi yang di­pilih penanganan harus terpadu, ter-struk­tur,dan terorganisir. Pendidikan me-mang penting, tetapi penanganan lain harus pula dipertimbangkan sesuai de­ngan ke­butuh­an dan usia anak. Terimalah keadaan anak apa adanya lengkap dengan kelebihan dan kekurangan se­hingga pe­na­nganan sesuai dengan kebutuhan. Anak merupakan titipan Allah SWT yang ha­rus diasuh dan dijaga dengan baik, dikasihani sebagaimana anak yang sebaya dan yang nor­mal.


KESIMPULAN

Faktor utama yang harus diper­hatikan guna keberhasilan dalam pelayanan pe-nyembuhan atau bantuan bagi perkem­bangan anak autis berhubungan dengan ketepatan da-lam menentukan spesifikasi problem serta kekurangan dan kelebihan yang ada pada anak yang utama yang harus di­identifikasi. Hal ini perlu pengetahuan dan pemahaman serta ke­jelian atas perkem­bangan anak dari orang tua apakah sudah sesuai dengan tugas per­kembangan anak atau belum. Jika sudah terdeteksi sejak dini tentunya akan semakin cepat proses pe­nangannya Banyak metode dan cara untuk mendidik anak autis.
Tujuan utama dari layanan terhadap anak yang khusus (autis) adalah mengurangi gejala perilaku yang mem­pengaruhi fungsi perkem­bangan anak dan mendorong mengem­bangkan fungsi perkembangan anak seperti me­ngem­­bangkan kemampuan ber­bahasa, ting­kah laku, penyesuaian diri, sosia­lisasi, dan ke­tra­m­pilan bina diri. Jika guru dan orang tua akan me­ngembangkan pro­gram, maka terlebih dahulu tentukan tujuan yang akan dicapai dan dilihat kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai anak.
Anak adalah titipan dari Allah SWT yang harus kita jaga, sayangi, rawat, dan me­menuhi kebutuhannya dengan segala kelebihan dan kekura­ngannya

Related Posts:

    KUPANG METRO

     
    Senin, 11 Mar 2013, |
    KUPANG, TIMEX - Sebanyak 36 ribu warga NTT hidup sebagai penyandang cacat yang membutuhkan perhatian pemerintah untuk memperoleh hak dan kesempatan yang sama. Penyandang cacat di NTT diperlakukan tidak sama dalam memperoleh kesempatan kerja dan modal usaha.

    Warga penyandang cacat tidak diberi kesempatan untuk kerja serta modal usaha. Namun kesempatan hanya diberikan kepada warga negara yang anggota tubuh tidak cacat dan modal usaha hanya diberikan kepada orang orang tertentu, meskipun penyandang cacat memiliki keterampilan yang jauh lebih baik, jika dibandingkan dengan saudara mereka yang tidak cacat.

    Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Provinsi NTT, Iwan Pongkpadang dalam acara sosialisasi mengenal apa itu para plegia yang berlangsung di Gereja Bukit Hermon Kolhua, Sabtu (9/3) mengatakan, sosialisasi para plagia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa itu plagia.

    Berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Kabupaten Belu, TTS dan Flores Timur, penanganan terhadap para plegia ada yang lumpuh serta ada tulang rontok akibat tidak mengerti dalam memberikan pertolongan. Untuk memberikan pemahaman perlu dilakukan sosialisasi sampai tiga kali.

    Kali pertama sosialisasi dilakukan di Kota Kupang yang berlangsung, Sabtu (9/3) di Gereja Bukit Hermon Kolhua. Sosialisasi kedua dilakukan di Kabupaten Belu yang berlangsung tanggal 12 Maret mendatang. Sosialisasi ketiga dilakukan di Kabupaten TTS.

    Untuk penyandang cacat di NTT sebanyak 36.000 orang yang tersebar di Kabupaten TTS sebanyak 4.800 orang dan penyandang cacat yang eks kusta sebanyak 1.800 orang.

    Menurut Iwan, para plagia para lysis permanen dari tubuh yang disebabkan oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh madullah spinalis. Pada luka madullah spinalis tulang belakang biasanya rusak di suatu tempat disepanjang tulang belakang tersebut akan tumbuh, tetapi jaringan saraf pada madullah spinalis tidak dapat sembuh.

    Kerusakan saraf inilah yang menyebabkan kekurangan permanen pada fungsi tulang. Dalam memperkenalkan keberadaan penyandang cacat ada dua hal yang harus dilakukan para penyandang cacat. Secara internal penyandang cacat harus percaya diri dan menjadi agen perubahan.

    Karena perubahan itu harus mulai dari diri sendiri, kalau tidak mulai dari diri sendiri, maka tidak akan terjadi perubahan. Secara eksternal pemerintah saat ini kurang respon terhadap penyandang cacat hal ini ditandai dengan kurang adanya sosialisasi tengang Undang-undang Nomor 19/2011 tentang penyandang cacat. Banyak masyarakat yang belum tahu tentang Undang-undang Nomor 19/2011 tentang Keberadaan Penyandang Cacat.

    Dikatakan, bila pemerintah daerah sangat tanggap terhadap penyandang cacat harus ada Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyandang Cacat yang ada di kabupaten/kota masing-masing.

    Diakui, pemerintah mengabaikan para penyandang cacat seperti hari peringatan penyandang cacat sedunia hampir tidak pernah dilakukan. Yang terjadi hanya peringatan hari kesetiakawanan nasional. Sementara hari penyandang cacat tidak diperingati dan digabungkan dengan hari peringatan kesetiakawanan nasional.

    Dalam hari kesetiakawanan nasional seringkali penyandang cacat diajak untuk jalan santai. Sehingga dipandang masih ada diskriminasi terhadap para penyandang cacat. Masyarakat dunia masih memperhatikan hak-hak para penyandang cacat yang ditandai dengan adanya Undang-undang Nomor 19/2011 tentang Ratifikasi Perlindungan Hak Penyandang Cacat.

    Sementara, Wali Kota Kupang, Hermanus Man pada kesempatan itu mengatakan, orang cacat sering dikatakan kurang beruntung, namun masih banyak orang yang tidak cacat tetapi tidak beruntung. Karena yang menentukan beruntung dan tidak beruntung ada di tangan Tuhan.

    “Meski bentuk fisik kita itu berbeda, tetapi kita itu satu. Pemerintah Kota Kupang sangat menghargai penyandang cacat. Sehingga pemberdayaan itu merupakan kata kunci bagi orang yang memiliki kekuatan,” jelasnya. (teo/ays)



    Related Posts:

      A NOTE

      When we are all very easy to obtain the information that we get in this era highly developed with a number of means to us in helping us gain access to knowledge and what we want, but it is not the same as what is perceived by many people who are still alive in circumstances that are still limited
      condition because of their poor economic factors and the impact on resources is weak, living in the year 2013 where everything is like a dream with a modern IT infrastructure but it's all just be felt by most people who have a good economic background, but how many people live in poverty ..?? such as people with disabilities who live in rural areas or who live in places where the slums. They are still very limited for knowledge about everything including how the future should think of yourself? Or do they honor as I can get others who are not disabled?
      It's not a secret that in Indonesia there are many imbalances of development of science and technology in this century.
      So what should we do in the condition as it has in express above? While social problems are getting worse and the government seemed preoccupied with political issues that never runs out, and the news of corruption always be found set
      IAP time we read a newspaper, if I may say "The country is currently sick.
      And indeed we are just a bunch of the many who live in unfortunate circumstances .... what do I have to wait and if I should cry over this life?
      If despair had taken possession of our souls that we aekan die and it will not matter what what we all ......... of course it will not die in vain humbled by our neighbor
      for we must remember that the formula would be contained within the universe the sky still higher, under the earth there is the ultimate in "problem means that everything must have a way out and it takes passion and willingness to change everything better .. .

      1. throw away the feelings of despair
      2. observing what makes us the best chance in this life improving
      3. listen and find out what is going on with the development of the current era
      4. effort to design something that had not previously been considered an example:
      cans will be able to be a toy 'or tree bark can be a decoration that can be sold

      That's probably what we can do in the middle of a wide range of limitations. Remember that the tears and despair will only send us quickly into our pit, so if we want to live this means not waiting for a helping hand is coming but do something positive definite all what we want will be able to be obtained in addition rely on God and closer Without him for his intervention will all be worth it

      Related Posts:

        SEBUAH CATATAN

        Saat kita semua sangatlah mudah dengan memperoleh informasi yang kita dapatkan diera yang sangat maju dengan banyaknya sarana yang dapat kita akses didalam membantu kita memperoleh ilmu pengetahuan serta apa saja yang kita inginkan , tetapi hal itu tidak sama dengan apa yang dirasakan oleh banyak orang yang masih hidup didalam situasi dan kondisi yang masih terbatas
        kondisi tersebut oleh sebab faktor ekonomi mereka yang miskin dan berdampak pada Sumber daya yang lemah , hidup di tahun 2013 yang segalanya seperti sebuah mimpi dengan prasarana teknologi yang moderen tetapi itu semua hanya dapat dirasakan oleh sebagian orang saja yang mempunyai latar belakang ekonomi yang baik , tetapi bagaimana dengan banyaknya rakyak yang hidup miskin ..??? seperti para penyandang cacat yang tinggal di pedesaan atau yang hidup di tempat tempat yang kumuh . Mereka masih sangat terbatas akan pengetahuan tentang segala hal termasuk berpikir harus bagaimana masa depannya sendiri ? Atau apakah mereka juga aku dapat memperoleh kehormatan seperti sesamanya yang tidak cacat ?
        Itu bukan sebuah rahasia lagi jika di Indonesia masih banyak ketidak seimbangan dari perkembangan ilmu dan teknologi di abad sekarang ini .
        Lalu apa yang harus kita lakukan didalam melihat kondisi seperti yang telah di utarakan diatas ? Sementara masalah sosial semakin hari semakin memburuk dan pemerintahpun seolah sibuk dengan permasalahan politik yang tidak pernah habis dan berita tentang korupsi selalu saja kita temukan set
        iap kali kita membaca koran , jika boleh saya katakan “ Negeri ini saat ini sedang sakit .
        Dan sesungguhnya kita hanya sekumpulan dari sekian banyaknya yang hidup didalam situasi dan kondisi tidak menguntungkan ....apa aku harus menanti dan apakah aku harus menangisi hidup ini ?
        Jika keputus asaan itu sudah merasuki jiwa kita maka kita aekan mati dan tidak akan ada artinya apa apa .........tentu itu kita semua tidak akan mau mati dengan sia sia direndahkan oleh sesama kita
        untuk itulah kita haruslah mengingat akan rumus yang terdapat didalam alam semesta ini diatas langit masih ada yang lebih tinggi , dibawah bumi masih ada yang paling dalam “ artinya segala sesuatu masalah pasti ada jalan keluarnya dan itu membutuhkan semangat dan kemauan untuk merubah segalanya lebih baik ...

        1. membuang jauh perasaan putus asa
        2. mengamati apa yang dapat membuat kita mendapatkan peluang didalam memperbaiki kehidupan ini
        3. mendengar dan mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan perkembangan jaman saat ini
        4. merancang sesuatu usaha yang sebelumnya tidak pernah dipikirkan contoh:
          kaleng bekas akan dapat menjadi mainan ' atau kulit pohon dapat menjadi hiasan yang dapat dijual
        Itulah mungkin yang dapat kita lakukan ditengah berbagai macam keterbatasan ini . Ingat bahwa air mata dan keputusasaan hanya akan mengirim kita cepat kedalam lobang kubur kita , maka jika kita ingin hidup ini berarti jangan menunggu uluran tangan itu datang tetapi berbuatlah sesuatu yang positif pasti semua apa yang kita inginkan akan dapat kita peroleh selain itu andalkan Tuhan dan mendekat kepadanya sebab Tanpa campur tangannya semua akan sia sia

        Related Posts:

          Paraplegia - What is Paraplegia?


          Paraplegia is an impairment in motor or sensory function of the lower extremities. It is usually the result of spinal cord injury or a congenital condition such as spina bifida which affects the neural elements of the spinal canal.
          The area of the spinal canal which is affected in paraplegia is either the thoracic, lumbar, or sacral regions. If the arms are also affected by paralysis, quadriplegia is the proper terminology. If only one limb is affected the correct term is monoplegia.
          While some people with paraplegia can walk to a degree, many are dependent on wheelchairs or other supportive measures. Impotence and various degrees of urinary and fecal incontinence are very common in those affected.
          Many use catheters or a bowel management program (often involving suppositories, enemas, or digital stimulation of the bowels) to address these problems.


          With successful bladder and bowel management, paraplegics can prevent virtually all accidental urinary or bowel discharges

          Related Posts:

            March 9 2013 sosialisation what is paraplegia

            RANCANGAN ACUAN KEGIATAN ( TERM OF REFERENCE )

            PENDAHULUAN


            Di dalam upaya menyosialisasikan perundang-undangan yang menyangkut perlindungan hak-hak penyandang serta pemahaman tentang masalah kecacatan maka PPCI Prov NTT bekerja sama dengan HWPCI Prov NTT akan menyelenggarakan sosialisasi tentang mengenal dan memahami jenis kecacatan. 

            Hal ini dirasakan sangat penting mengingat jumlah penyandang cacat setiap tahunnya bertambah yang disebabkan oleh banyak faktor sehingga menyebabkan terjadinya kecacatan seperti musibah bencana alam, penyakit juga kecelakaan lalu lintas.  Untuk itulah pentingnya sosialisasi pemahaman tentang jenis-jenis kecacatan sehingga diharapkan masyarakat akan dapat memberikan peluang kepada para penyandang cacat dalam melakukan kegiatannya sehari-hari dengan memahami akan kondisinya. Perlu digaris bawahi bahwa setiap jenis kecacatan mempunyai karakter yang berbeda antara satu dengan lainnya sehingga dalam menolong penyandang cacat perlu mengerti terlebih dahulu mengenai jenis kecacatannya. Agar pertolongan tersebut bisa sebagaimana mestinya dan tidak sebaliknya menjadi hal yang fatal bagi penyandang cacat tersebut .

            Maka di dalam melakukan sosialisasi ini PPCI dan HWPCI NTT membuat tema :


            "Paraplegia adalah juga kita dan dari kita akan dapat saling melengkapi “

            Sebab dalam sosialisasi ini akan diberikan pemahaman kepada masyarakat tentang paraplegia dan dan bagaimana cara memperlakukannya apa bila dalam sebuah keluarga terdapat seorang paraplegia.

            Di samping sosialisasi tentang paraplegia, PPCI dan HWPCI Prov NTT akan membagikan tentang perundang-undangan RI yang melindungi hak-hak penyandang cacat. Hal ini dimaksudkan agar para penyandang cacat dapat hidup disegala sektor tanpa adanya suatu diskriminasi karena para penyandang cacat juga warga negara Indonesia yang mempunyai hak yang sama dengan masyarakat lain seperti yang dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 27 dan 28.
            Dalam sosialisasi ini pula DPD PPCI dan DPD HWPCI akan mengundang para calon Gubernur Provinsi NTT periode 2014 – 2019. Adapun maksud dan tujuannya untuk dapat memberikan respon serta dukungan bagi para penyandang cacat di NTT.  Apa bila nanti tepilih menjadi Gubernur Prov NTT dapat lebih baik dalam memperhatikan para penyandang cacat mengingat jumlah penyandang cacat di NTT terdapat 36 ribu jiwa yang tersebar disetiap kabupaten dan 99% yang masih hidup didalam kemiskinan. Dan sangat diharapkan sekali Gubernur yang terpilih nanti akan dapat merubah nasib para penyandang Cacat di NTT. 



            1. Tema           :  Paraplegia adalah juga kita dan dari kita akan dapat saling melengkapi “
                Sub Tema   :   Dengan kita mengetahui tentang masalah kecacatan maka kita akan dapat 
                                       menghargai sebagaimana Warga Negara Indonesia pada Umumnya 

            2. Jumlah semua peserta dalam mengikuti sosialisasi ini sebanyak 50 orang

            3. Di dalam penyampaian Materi Sosialisasi Pencegahan dini akan kecacatan akan disampaikan

            • Nara sumber : ( Iwan Pongkapadang )
            • Tempat : Aula Gereja Bukit Hermon Kel Kolhua
            • Waktu : 09 Maret 2013
            • Jam : 08.00 – 15 .00 Wita
            1. Tujuan dan Harapan
            Dengan diselenggarakan sosialisasi tersebut maka akan dapat membuka kesadaran bagi masyarakat untuk dapat memberikan peluang tanpa adanya diskriminasi kepada para penyandang cacat sehingga dapatlah hidup dengan rasa percaya diri danhidup mandiri ditengah masyarakat


            TTD

            Ketua Panitia

            Jane J Dalle
            ( Ketua HWPCI Prov NTT)









            Related Posts:

              Importance of Implementation

              CHAPTER I

              INTRODUCTION

              A. Background Issues

              Education is a basic human need, as with humans acquire educational knowledge, values, attitudes, and skills so that people can ensure their survival to be more dignified. Through education, human resources can be improved, so has the ability and skill to carry the nation toward better. Because the state has a duty to provide a quality education to every citizen without exception, including those with differing abilities (disabilities).

              1945 Constitution, Article 31 (1) says that "each citizen is entitled to receive instruction". But this can only be fulfilled when Indonesia entered the long-term development of unity in 1969/1970-1993/1994. In this period, the government began to pay attention to education for students who have the potential for intelligence and special talents.

              Implementation of special education for children who have the potential intelligence and talents, including the acceleration (acceleration) studied philosophy regarding human nature, the nature of national development, the purpose of education and efforts to achieve educational goals. The downside is visible from coordination education like this is not the accommodation needs of students idividual outside the normal students.

              Inclusive education is an approach that seeks to transform the education system by eliminating barriers that can hinder any student to participate fully in education. In other words, is the inclusion of educational services children with special needs who are educated together other children (normal) to optimize its potential. However, in its implementation of education is still not performing well because the accommodation needs of students outside of the normal students.


              B. Problems

              Organizing inclusive education system is one of the requirements that must be met to build an inclusive society (inclusive society). A society of mutual respect and uphold the values ​​- the value of diversity as part of the reality of life. Government through PP.No.19 2005 on National Education Standards, Article 41 (1) has encouraged the establishment of inclusive education system by stating that any educational unit implementing inclusive education should have the educational staff have competence organizes learning for students with special needs . Legislation on inclusive education and even the implementation of educational inclusion trials were said to have done.
              However, the question now is to what extent the seriousness of the government to encourage the implementation of inclusive education system for the disabled???
              Some cases arise for example the lack of a means of supporting inclusive education system, lack of knowledge and skills of school teachers inclusion shows how inclusive education system has not really well prepared. Moreover, the system of general education curriculum that is now does not accommodate the presence of childrens who have different abilities (disabilities). So that seems to inclusive education program only impressed the experimental program.
              This condition adds to the burden of tasks that must be borne by teachers who deal directly with technical issues in the field. On the one hand, teachers should strive to meet the demands of his conscience to educate all students, while on the other hand the teachers do not have sufficient skills to deliver learning materials to students with disabilities.


              CHAPTER II

              THEORY STUDY

              A. Definition of Inclusive Education

              Including inclusive education is nothing new in Indonesia generally. There is some understanding of inclusive education, such as inclusive education is an approach that seeks to transform the education system by eliminating barriers that can hinder any student to participate fully in education.
              As for the notion of inclusive education experts point out that it can be seen as follows:
              1. Inclusive education is a system service that requires special needs children studying in nearby schools in a regular classroom with my peers (Sapon-Shevin in 0 Neil 1994).
              2. School organizers are inclusive special education schools that accommodate all students in the same grade school is to provide a decent education, challenging, but adapted to the abilities and needs of each student and help and suport that can be given by the teacher, so that children succeed (Stainback , 1980).

              Inclusive education is actually a model of implementation of education programs for children with disabilities or disability where implementation is integrated with normal children and its place in public schools using the curriculum in force related to institutions. Background inclusion is due to limited outside school (SLB) or Extraordinary Primary School (SDLB) are still very limited in number and limited to a specific place that is new to the district level, and even then privately owned, while the SLB Affairs in the District.
              Juridical Basis:
              1. 1945 barely 31 are set out in the National Education Law No.. 20 of 2003 on the provision of other colors in the provision of education for children with disabilities
              2. Law no. 29 In 2003, also described in the Law. 4 Year 1997 on Disability
              3. PP. 72 Year 1997 on PLB
              4. Director General of Ministry of Basic Education No. SE. 380/C.C6/MN/2003 dated January 20, 2003 on Pilot Implementation of integrated education.


              B. Classification of Children with Special Needs

              Grouping children with special needs and the type of service, according to the Directorate for Program Year 2006 Extraordinary School and Guidance Directorate General of Primary and Secondary Education Department of Education are as follows:
              1. Blind
              2. Deaf
              3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
              4. Grahita Light Tuna (IQ = 50-70)
              5. Tuna Grahita Medium (IQ = 25-50)
              6. Tuna Grahita Weight (IQ 125) J. Talented: Potential special talents (Multiple Intelligences: Language, Logico-mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
              7. Learning Disabilities (al hyperactive, ADD / ADHD, Dyslexia / Reading, dysgraphia / Write, Dyscalculia / Calculate, dysphasia / Talk, dyspraxia / motor)
              8. Slow Learning (IQ = 70 -90)
              9. Autism
              10. Victims of Drug Abuse
              11. Indigo



              Related Posts:

                WHAT MUST WE DO ?


                Culture and traditions of the people of Indonesia, especially in areas or isolated rural areas are still very strong with the beliefs of their ancestors, and it is certainly of great contradiction with the times in which we live in an age that moderent like this present moment,
                And sometimes it without realizing the impact that attitude that led to a violation of human rights, examples of health problems when often what the autism community by d quickly conclude that the person who caused autism attacked by black magic or a curse of the ancestors and still much more similar to those in excess of a physician diagnosis. then if we think of the fate of children with autism who live in such an environment? Of course their lives are very depressed and miserable. So what our actions? Changing their minds? It was not easy for that there needs to be a strategy in making advocacy.
                There are several strategies undertaken by the PHDF in advocating for children with autism in areas

                1. approach to parents who have children with autism then gradually given guidance on the issue of autism and what to do by the people and of course in these advocacy always show a person with a disability who can live independently and also the disabilities that have helped to others, to show the profile of a successful disabled lives, the community will be able to understand that disability is not a barrier indeed someone to succeed
                2. organizing meetings or workshops involving a government in meeting these villages and supported by parents before their children we have helped
                3. spread about the laws that protect the rights of disabled

                Related Posts:

                  APA YANG HARUS KITA LAKUKAN ?


                  Budaya dan tradisi masyarakat Indonesia terutama di daerah atau di pedesaan yang terpencil masih sangat kuat sekali dengan kepercayaan dari nenek moyang mereka. Hal itu tentu saja sangat kotradiksi dengan perkembangan jaman dimana kita hidup d ijaman yang moderent seperti saat sekarang ini.
                  Kadang, hal itu tanpa disadari berdampak pada suatu perilaku menuju suatu pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
                  Contohnya masalah kesehatan. Seringkali bila ada autisme maka dengan cepat masyarakat memberi kesimpulan bahwa orang yang autisme tersebut karena diserang oleh ilmu hitam atau sebuah kutukan dari leluhur. Dan masih banyak lagi hal serupa seperti mereka melebihi dari diagnosa seorang dokter.
                  Lalu jika kita berpikir bagaimana nasib anak-anak autism yang hidup didalam lingkungan seperti itu?  Tentu hidup mereka sangat tertekan dan menderita.  Dan apa tindakan kita?  Merubah pemikiran mereka itu tidaklah mudah untuk itu perlu suatu strategi d idalam membuat advokasi .

                  Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh lembaga PHD idalam melakukan advokasi untuk anak anak autisme d idaerah :

                  1. Melakukan pendekatan pada orang tua yang memiliki anak autism kemudian memberi pembinaan secara bertahap tentang masalah autism dan apa yang mesti dilakukan oleh orang tua dan tentu dalam melakukan advokasi ini selalu menampilkan profil seorang penyandang cacat yang telah dapat hidup mandiri dan juga penyandang cacat yang telah banyak membantu kepada sesamanya.  Dengan menampilkan profil seorang penyandang cacat yang sukses hidupnya maka masyarakat akan dapat memahami bahwa sesungguhnya cacat itu bukan hambatan seseorang untuk sukses 
                  2. Menyelenggarakan pertemuan atau sebuah work shop yang melibatkan pemerintahan desa dan dalam pertemuan itu didukung oleh para orang tua yang sebelumnya anak anak mereka telah kita bantu
                  3. Menyebarkan tentang UU yang melindungi hak penyandang cacat 

                  Related Posts:

                    Very Important meanings International Day of Disabled




                    No a secret to the public that at this time in Indonesia over the interests of the social politics of the issue, and not something new scenery when the day the election or elections have arrived then the poor became an object of ambition in winning a snatch in a power
                    such a tradition from year to year, and even misuse of Social Assistance frequent corruption by those in power, this can be proved by the news in the media a lot of government officials who have to go to jail, it would adversely affect the welfare of the people, especially the the poor will get poorer added, propaganda of many figures in the republic are always saying that the poverty rate has been reduced greatly contradiction with the actual reality and as humanitarian issues only become a gold mine for criminals who are always masked defender of the people, as well as what experienced by disabled people in Indonesia, such as being a phenomenon that concerns about disability never ends well because they never made repairs should be done by the government itself as one example in the province, we have learned that the number of with disabilities are numerous, and since 2007 with disabilities requested that local governments make regulations Region (PERDA), various advocacy has been done by many organizations of persons with disabilities, but until today there has been no realization, when the government actually know are still a lot of discrimination to people with disabilities and 99% of persons with disabilities live in poverty but they might accidentally see all the issues that the glasses so that the horse can not see the left and right there they see before them., which means people with disabilities who live in an orphanage, and they do not recall anymore how many people with disabilities who are in all the areas in East Nusa Tenggara, as an example again the President has instructed that on December 3, each region shall commemorate the International Disability. But this very contradiction with what is happening in East Nusa Tenggara, celebration it was in combination with the National Solidarity Day (Harkitnas), is in the warning is there free medical treatment for the disabled and there's more leisurely hike but it was only done in the City Kupang. Surely the government can think of what it means Handicap International Day for persons with disabilities in East Nusa Tenggara, is not only free treatment applies for only one day or a delicious meal that was provided for the disabled but very big meaning for the elimination of all discrimination still exists, to commemorate the International Day for the special then people will know that all nations protect their international rights of disabled and they will be knowing that the whole nation is currently very concerned with the protection of the rights of persons with disabilities, so if we have to know what is happening in the country It is hoped the fighters to keep the spirit with disabilities because there are many things we will do for our friends who number in the thousands

                    Related Posts: